Selasa, 03 Desember 2019

Jangan Jatuh Cinta Pada Penulis


Jangan jatuh cinta pada penulis.Aku serius.Karena sejatinya penulis hanya mampu memberi kata, bukan makna.Karena sesungguhnya imajinasi penulis begitu liar, sampai tak ada ruang kosong yang tersisa meski kau memintanya.Detik ketika Arka mengucap kata sayang, seharusnya dia tahu dia bisa mendapatkan dua hal dari gadis itu. Kebahagiaan, juga pengabaian.Seharusnya Arka tahu gadisnya adalah penulis yang jatuh cinta seorang diri di hadapan kanvas idenya.

Klausa namanya, adalah seorang penulis yang menjunjung tinggi sebuah kesempurnaan dalam karya. Bagi Klausa sebuah kisah harus matang. Plotnya harus menarik, harus bisa menjungkirbalikkan hati dan perasaan pembaca setianya. Ceritanya harus bisa meresap dan diingat. Ceritanya tidak boleh hanya sekadar mampir kedalam sensor ingatan jangka pendek seseorang lantas dilupakan.Yang Klausa pikirkan hanyalah ceritanya, bagaimana cara menuangkan idenya kedalam bentuk kalimat dan paragraf yang nantinya akan disukai oleh pembacanya.
Klausa tidak memikirkan yang lain.

Tidak seharusnya Arka jatuh cinta. Arka menginginkan sesuatu yang lebih. Ia ingin Klausa memperhatikannya, bukan menjadikannya yang kedua setelah menomor satukan cerita-cerita fiksinya.Arka hanya bisa membisik dalam hati.Jangan jatuh cinta pada penulis, katanya.“Kekasihmu freak, bung.”Ucap Indra, salah satu teman satu divisi Arka saat sedang memergoki Arka di bilik kerjanya. Dipikirnya lelaki ini sedang sakit karena tidak ada suaranya setengah hari penuh. Atau barangkali karena menonton liga sepak bola tadi malam Arka keasikan berteriak sampai pita suaranya tercekik-cekik dan susah bicara.

Tapi ternyata Arka sedang memandangi foto Klausa yang dijadikannya sebagai gambar kunci layar ponsel pintarnya. Tidak ada alasan khusus. Dia hanya rindu. Laki-laki juga bisa rindu.“Freak?” Tanya Arka. Setengah penasaran, setengah tidak terima.Indra mengambil tempat di samping Arka dan ikut menatapi foto Klausa. “Dia terlalu tidak apa-apa tanpa kamu. Dia kelewat mandiri. Dia memilih kesendiriannya sebagai penulis, bersembunyi dibalik nama pena. Bukannya keluar dan jadi gadismu apa adanya.”

Arka diam. Merasa tidak setuju, tapi merasa bahwa Indra ada benarnya. Sudah beberapa bulan sejak komunikasi mereka tak sesering dulu. Arka rindu, namun Klausa masih sibuk berkutat dengan naskah triloginya yang masih harus dia selesaikan. Arka rindu, tapi ditahannya semua rindu itu. “Penulis memang seperti itu.”  Kata Indra lagi. “Dia lebih mencintai cerita yang dibuatnya dibandingkan kamu. Dia lebih senang merangkai cerita palsu dibandingkan membuat cerita denganmu. Kenapa kekasihmu tidak membuat satu cerita yang didasarkan pada kisah nyata kalian berdua?”

“Dia tertutup. Bukan dia tidak mau membuatnya, tapi dia hanya tidak mau mengumbar.” Arka membalik ponselnya. Diam-diam juga berusaha membalik keadaan. “Siapa kamu, bisa-bisanya mengkritik orang lain dan pekerjaannya?”“Aku tahu jawabannya.” Indra berdiri, berpura-pura mengangkat bahu dengan jenaka. “Itu karena kamu tidak sesempurna tokoh utama yang dibuatnya. Kamu tahu kan, tokoh utama novel-novel yang biasanya jadi best seller? Pemuda kaya, CEO, tampan, mapan, dingin, cuek, dikerubungi gadis-gadis sederajatnya tapi malah menyukai gadis sederhana.”

Arka diam mematung setelah diperlakukan bagai biduk catur yang akhirnya terkena skakmat.
Dirinya tahu persis bahwa kata-kata Indra benar-benar tidak masuk akal. Tapi entah mengapa kata-kata itu terus terngiang. Berdengung. Bising, rasanya seperti ada sekumpulan lebah yang berputar-putar mengitari gendang telinganya.Hari itu adalah salah satu hari terdingin di musim penghujan tahun ini. Dan pada akhirnya bagi Arka, hari yang dingin itu pas untuk mengakhiri sebuah hubungan.Arka datang ketempat Klausa sepulang kerja. Bukan atas nama rindu, melainkan karena dirinya kalah telak dari Indra.

Ia yakin dengan Klausa, tapi sayangnya kalimat Indra lebih persuasif.Malam itu hujan deras. Ini aneh, tapi rasanya seperti derai hujan itu sedang berusaha mewakilkan suatu emosi dari sepasang sejoli yang berada disana.Bau petrikor menyeruak ketika Arka membuka pintu yang memang tidak pernah dikunci itu. Seolah penghuninya tidak peduli dengan ancaman pencuri. Toh, yang di dalam hanya takut jika ide-idenya yang dicuri.Arka datang, dan kekasihnya ada disana.Sore itu dengan dikelilingi lembaran naskah triloginya, Klausa menangis.Katanya ia tidak bisa mengerjakan draf seri terakhirnya. Tidak ada yang bisa dipikirkan olehnya.

Writers block, katanya. Ia merasa tidak rela. Jika alurnya dipaksakan untuk berubah, apa nanti kata editornya? Gadis itu tak henti menangisi ceritanya yang akan usai. Menangisi kekosongan idenya. Arka yang tidak mengerti hanya bisa mengucap kalimat ‘tidak apa-apa’, ‘tidak ada yang salah.’
Tapi di dalam hatinya, Arka membenarkan Indra.“Freak..”Jangan jatuh cinta pada penulis.Kau tidak akan tahu kata-kata manis yang diucapkannya berasal dari hati atau dari potongan fiksi.Kau akan dipatahkan hatinya dengan cara yang tidak terduga.Dan Arka akhirnya mengerti setelah waktu berlalu meninggalkannya.

“Namanya Klausa.” Hanya itu yang bisa dijawab Arka ketika Abigail datang padanya sembari membawa selembar foto. Abigail menemukan foto itu di dalam laci lemari, dan dia penasaran.
Arka tersenyum. Menggeleng kala Abigail menanyakan nama panjangnya. Arka tidak ingat. Benar-benar tidak ingat.Abigail menggumam. “Cantiknya.”, katanya pelan yang kemudian mengundang senyum paksa dari Arka. Ia tertawa pelan, sebisa mungkin menyembunyikan pedih yang masih ada di dalam hatinya. Hatinya retak. Sudah lama, namun suara retakannya masih menggema. Menyisakan patahan yang kemudian menjadi luka. “Begitupun dirimu.” Jawab Arka. “Klausa dulu penulis.”

Abigail diam menunggu kata-kata selanjutnya. Tapi Arka tidak melanjutkan.Penyesalannya datang lagi. Seandainya dulu dia mengerti sedikit saja. Seandainya dia mau menunggu sedikit lebih lama. Pada akhirnya Arka terlambat mengetahui alasan mengapa Klausa tidak bisa melanjutkan draf ceritanya. Alasan Klausa tidak bisa melanjutkan fiksi-fiksinya. Alasan atas semua kekosongan idenya.  Alasannya adalah dia. Karena Klausa jatuh cinta, dan Klausa sadar Arka berniat meninggalkannya. Semua ide-idenya mendadak menguap, pabrik idenya berhenti bekerja. Yang bisa Klausa pikirkan hanya Arka.

Dirinya tidak mampu merangkai cerita kala sedang jatuh cinta. Tapi tidak pula ketika dia sedang patah hati. Klausa tahu Arka tidak bisa menunggu. Klausa tahu dirinya mengabaikan terlalu lama. Dihantui firasat kehilangan akan lelaki dan pekerjaan yang dicintainya, Klausa dihadapkan pada dua pilihan. Berhenti menulis sementara atau melupakan Arka untuk sementara pula. Merasa tidak sanggup, Klausa kemudian membuat pilihan lain ketimbang memilih yang sudah ada. Ia akan mengungkapkan cintanya dalam karyanya. Klausa menyelesaikan karya terakhirnya, trilogi yang ia janjikan. Arka menangis sejadi-jadinya ketika menyadari betapa besar Klausa mencintainya.

Arka masih menyimpan foto-foto Klausa. Menyimpan novelnya yang sekarang berubah lusuh. Arka bahkan menyimpan artikel-artikel surat kabar yang membahas karyanya. Arka menyimpan surat kabar dengan headline besar di muka yang membahas kematiannya. Membahas kronologi bagaimana truk kelebihan muatan itu menghempas tubuh Klausa keras ke aspal jalanan. Arka tahu Klausa melamun memikirkannya, memikirkan dia yang mengucap kata usai sebelum triloginya selesai. Arka tahu Klausa takut pesannya tak tersampaikan.

“Penulis terkenal ya?” Tanya Abigail memecah bulir-bulir kenangan yang sedang Arka kumpulkan.
“Ya, penulis hebat.”Ya, Arka tidak bohong. Klausa penulis yang hebat. Meskipun pedih jika mengingat karyanya menjadi best seller bertepatan dengan kepergiannya. “Boleh dipinjam?” Tanya Abigail sembari memandang Arka dan foto itu secara bergantian.“Boleh.” Abigail tertawa renyah lantas berlari kedalam. Suaranya keras membangunkan seisi rumah, “Ma, Pa, Kakek punya kenalan penulis terkenal!!” Jerit anak perempuan yang usianya belum genap enam tahun itu.Arka tersenyum lagi.

Jangan jatuh cinta pada penulis.Karena jika penulis jatuh cinta, dia menjadi tidak pandai membangun cerita.Penulis memberi kata dengan sentuhan makna.Penulis membiarkanmu hidup di dalam kisahnya.Karena penulis mencintai dalam diam. Tidak sekedar singgah, namun juga sungguh. Karena penulis jarang mengungkapkan, namun mereka menulisnya.Jangan jatuh cinta pada penulis.Sebab sekali kau jatuh cinta dengannya, kau akan mencintainya selamanya.Sekali lagi Arka membuka lembar terakhir sebuah buku yang berjudul sama dengan namanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar